BADAN HUKUM, KERAHASIAAN DAN SUMBER-SUMBER DANA BANK
A. BADAN HUKUM BANK
1. BENTUK HUKUM BANK
Manuver bisnis perbankan kian mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Artinya, Bisnis perbankan telah meningkat tajam selama satu dekade
ini. Hal ini dapat dilihat tidak hanya dari perolehan laba bersih bank tetapi
juga peningkatan jumlah aset perbankan yang sangat pesat. Pertumbuhan perbankan
tidak hanya pada bank umum, tetapi juga pada bank perkreditan rakyat. Tentunya,
ke dua bank tersebut tidak sama. Perbedaannya tidak hanya nampak dalam
perolehan laba bersih bank, tetapi mengenai aspek hukum bank tersebut juga
berlainan. Dalam hal ini aspek hukumnya menyangkut bentuk hukum bank.
Menariknya, bentuk hukum tersebut bisa sama dan dapat pula berbeda.
2. ATURAN MENGENAI HUKUM BENTUK HUKUM
BANK
Bentuk Hukum Bank dapat diketahui di pasal 21 Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992. Meski
begitu, ada perbedaan mengenai bentuk hukum bank pada kedua Undang-Undang
tersebut. Undang-undang No.10 tahun 1998 pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa
bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa :
1) Perseroan Terbatas
2) Koperasi; atau
3) Perusahaan Daerah
Sedangkan pada Undang-Undang No. 7
tahun 1992 menyebutkan bahwa Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa salah
satu dari :
1) Perusahaan Perseroan (PERSERO)
2) Perusahaan Daerah
3) Koperasi
4) Perseroan Terbatas
3.
PENGERTIAN BENTUK HUKUM PERUSAHAAN DAERAH
Undang-undang yang mengatur mengenai perusahaan daerah
adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1962. Pasal 2 mengemukakan perusahaan daerah
adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang
modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang
dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.
Mengenai tata cara pendirian perusahaan daerah dikemukakan dalam pasal 4
Undang-Undang No. 5 tahun 1962, yakni:
1. Perusahaan Daerah didirikan dengan
Peraturan Daerah atas kuasa Undang-Undang ini.
2. Perusahaan Daerah yang termaksud
pada ayat 1 adalah badan hukum yang kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh
dengan berlakunya Peraturan Daerah tersebut.
3. Perusahaan Daerah termaksud dalam
ayat 1 mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.
Berkaitan dengan Bank Pembangunan
Daerah, dapat dilihat bentuk hukumnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
1 Tahun 1998. Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut mengemukakan
bahwa Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah dapat berupa salah satu dari :
1. Perusahaan Daerah;
2. Perseroan
Terbatas.
Dalam pasal 3 peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun
1998 menyebutkan bahwa Bank Pembangunan Daerah yang bentuk hukumnya berupa
perusahaan Daerah, tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur perusahaan Daerah.
4. PENGERTIAN BENTUK HUKUM PERSEROAN
TERBATAS?
Peraturan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas adalah
Undang-Undang No. 40 tahun 2007. Dalam Pasal 1 Undang-Undang ini dikemukakan
bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Mengenai
syarat pendiriannya dapat disimak dalam pasal 7, yang menyebutkan:
1. Perseroan didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
2. Setiap pendiri Perseroan wajib
mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
4. Perseroan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan.
5. Setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang
saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain
atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari
2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan
dan kerugian Perseroan, dan atas
permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri
dapat membubarkan Perseroan tersebut.
7. Ketentuan
yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak
berlaku bagi:
a .
Persero
yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
b .
Perseroan
yang mengelola bursa efek, lembaga kliring
dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga
lain sebagaimana diatur dalam undang- undang tentang Pasar Modal.
5. PENGERTIAN BENTUK HUKUM KOPERASI
Menurut pasal 21 Undang-undang No.10 tahun 1998, koperasi
merupakan salah satu bentuk hukum yang dapat menjalankan kegiatan perbankan
baik dalam bentuk bank umumm, maupun bentuk bank perkreditan rakyat. Koperasi
memiliki status badan hukum dalam melakukan kegiatan perbankan. Sebagaimana
dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.17 tahun 2012 mengenai perkoperasian
menyebutkan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan
kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya, sesuai dengan nilai dan
prinsip koperasi. Hal ini dapat dipahami bahwa koperasi sebagai badan usaha
memiliki kekhususan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Mengenai keanggotaan koperasi, dalam Pasal 26 ayat 1 UU
No. 17 tahun 2012 menyebutkan bahwa anggota koperasi merupakan pemilik dan
sekaligus pengguna jasa koperasi. Manakala
perbankan berbentuk badan hukum koperasi, maka perbankan dalam menjalankan
kegiatan usahanya bertujuan mensejahterahkan masyarakat.
Pengurus memiliki tanggung jawab dalam tugas pengelolaan
atas kegiatan usaha perbankan, yang dipertanggungjawabkan kepada Rapat Anggota
(pasal 60 ayat 2 UU No.17 tahun 2012). Pengurus bertanggung jawab penuh secara
pribadi manakala yang bersangkutan bersalah dalam menjalankan tugasnya dengan
tidak disertai itikad baik dan tidak penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan
usaha koperasi.
B. KERAHASIAAN
BANK
1.
Pengertian
Rahasia bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan).
Yang
dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan
badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik
dalam maupun luar negeri, meliputi :
1.
Jumlah kredit;
2.
Jumlah dan jenis rekening nasabah
(Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga lainnya);
3.
Pemindahan (transfer) uang;
4.
Pemberian garansi bank;
5.
Pendiskontoan surat-surat berharga;
dan
6. Pemberian
kredit.
Rahasia bank
diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan
pasal tersebut :
Ayat (1)
Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44A.
Ayat (2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
Berdasarkan
ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak Bank/Pihak
terafiliasi hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan dan simpanannya.
Apabila Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai
Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam
kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Artinya jika nasabah itu hanya
berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur
dan hutangnya tidak wajid dirahasiakan oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan
demikian, lingkup rahasia bank hanya meliputi keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu bukan rahasia bank.
Yang
dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang
bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU No.10 Tahun 1998).
Sedangkan
yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro,
Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998).
2.
Sifat Rahasia Bank
Mengenai
sifat Rahasia Bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu:
a. Teori Mutlak
(Absolute Theory)
Menurut
teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya
yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan.
Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan
keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran
terhadap kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab
atas segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan
terhadap teori mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya hanya
mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu, teori ini juga
bertentangan dengan kepentingan umum, artinya kepentingan Negara atau
masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan
Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata lain menurut teori ini,sifat mutlak
rahasia bank sangat sukar untuk ditterobos dengan alasan apapun dan oleh hukum
dan undang-undang sekalipun. Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang
ada di Negara Swiss.
b. Teori
Relatif (Relative Theory)
Menurut
teori ini, Rahasia Bank bersifat relative (terbatas). Semua keterangan mengenai
nasabahdan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada
alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, Rahasia Bank mengenai keuangan
nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang
berwenang.
Keberatan
terhadap teori ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi
pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat
penegak hukum karena tidak terkena penyidikan. Dengan demikian dananya tetap
aman.
Namun teori relative
ini sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan Negara
atau kepentingan masyarakat banyak tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila
ada alasan yang sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah
boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian teori relative ini melindungi
kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di
anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia,
Singapura dan Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam Pasal 40
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
3.
Pengecualian Rahasia Bank
Dalam Pasal
40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan
bahwa :
“Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44A”.
Kata
“kecuali” diartikan sebagai pembatasan terhadap berlakunya Rahasia Bank.
Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh
merahasiakannya (boleh mengungkapkannya) dalam hal sebagai berikut :
a.
Untuk Kepentingan Perpajakan
Dalam Pasal 41 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan :
“Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.
Untuk
pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai
berikut :
a . Pembukaan
Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.
b . Pembukaan
Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri keuangan.
c . Pembukaan
Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.
d . Pembukaan
Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis
serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang namanya
disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.
e . Keterangan
dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah
tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.
b.
Untuk Kepentingan Penyelesaian
Piutang Bank
Penyelesaian
piutang Bank diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk
penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank
mengenai simpanan Nasabah Debitur.
2. Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara.
3. Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan
Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama
Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
c.
Untuk kepentingan Peradilan Pidana
Kepentingan
peradilan Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
1.
Untuk kepentingan peradilan dalam
perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,
jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan
tersangka atau terdakwa pada Bank.
2.
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah agung.
3.
Permintaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksan atau hakim,
nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan
perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
d.
Untuk kepentingan peradilan Perdata
Menurut
ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 :
“Dalam
perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bersangkutan dapat
menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang
bersangkutan dan memnerikan keterangan lainnya yang relevan dengan perkara
tersebut”.
Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa
informasi mengenai keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan
oleh Bank kepada pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah
oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan,
yang memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.
e.
Untuk keperluan Tukar-Menukar
Informasi antar Bank
Tukar-menukar
informasi antar Bank diatur Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Ayat (1)
“Dalam
rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan
keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.
Dalam Penjelasannya dinyatakan :
“Tukar-menukar
informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha Bank antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan
dan status dari bank yang lain. Dengan demikian, Bank dapat menilai tingkat
risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau
dengan Bank lain”.
Ketentuan
mengenai tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat
(2). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa dalam ketentuan yang akan ditetapkan
lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara
penyampaian dan permintaan infprmasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu
yang dapat dipertukarkan, seperti indicator secara garis besar dari kredit yang
diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam
daftar kredit macet.
f.
Pemberian keterangan atas
persetujuan nasabah,
Pemberian
keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut
ditentukan sebagai berikut:
1. Atas
permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara
tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah Penyimpan
pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang tunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut.
2. Dalam hal
nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah
penyimpan yag bersangkutan yang berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan tersebut.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan,
atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan,
misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam
ayat (2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal
dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli
waris yang sah.
4.
Pelanggaran
Rahasia Bank
Pelanggaran
Rahasia Bank adalah perbuatan memberikan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan
dan simpanannya, secara melawan hukum (bertentangan dengan Undang-Undang
Perbankan) atau tanpa persetujuan Nasabah Penyimpan yang bersangkutan. Pelanggaran
Rahasia Bank dapat dilakukan karena paksaan pihak ketiga atau karena
kesengajaan anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau Pihak
terafiliasi lainnya.
a.
Paksaan Pihak Ketiga
Paksaan
Pihak ketiga diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
“Barang
siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa Bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta dendan sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)’.
Ancaman
hukuman tersebut mulai dari yang paling rendah sampai kepada yang paling
tinggi. Dengan demikian, apabila terbukti bahwa pihak ketiga itu secara melawan
hukum telah melakukan pemaksaan agar nasabah penyimpan dan simpanannya, dia
tidak akan luput dari hukuman, setidak-tidaknya hukuman pidana dan denda
minimum, yang lama dan jumlahnya sudah ditetapkan oleh undang-undang
b.
Kesengajaan Pihak Bank atau Pihak
Terafiliasi
Kesengajaan
pihak Bank dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau
Pihak Terafiliasi diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa :
“Anggota
Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama
4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.
Dalam
penjelasan pasal diatas dinyatakan bahwa yangh dimkasud dengan Pegawai Bank
adalah semua pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana
disebutkan dalam pasal diatas, diatas, menurut Pasal 1 angka (22) Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 adalah
a) Anggota
Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;
b) Anggota
pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus
bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
c) Pihak yang
memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akunta public, penilai, konsultan
hukum, dan konsultan lainnya;
d) Pihak yang
menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus
5.
Kelemahan Rahasia Bank
Simpanan Nasabah Penyimpan adalah
sumber dana bagi Bank. Oleh karena itu, wajar jika undang-undang mengatur agar
Bank melindungi nasabahnya, tetapi disis lain tentu ada juga Nasabah Penyimpan
yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith), dengan berlindung di balik
Rahasia Bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya, misalnya
membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang menerima cek
atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin mengetahui saldo
simpanan Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu karena dilindungi oleh
Rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan
masyarakat terhadap Bank. Oleh karena itu menghadapi Nasabah Penyimpan yang
beritikad jahad, Bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black list dan kepada
Bank Indonesia selaku pengawas dan Pembina perbankan. Penegakan hukum yang
tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank. (Abdulkadir
Muhammad, “Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan”, Penerbit: PT. citra
adtya bakti, Bandung, 2004, halaman 75-85).
C. SUMBER-SUMBER
DANA BANK
Sumber dana bank adalah adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh bank untuk mencari atau menghimpun dana untuk
digunakan sebagai biaya operasi dan pengelolaan bank. Dana yang dihimpun dapat
berasal dari dalam perusahaan maupun lembaga lain diluar perusahaan dan juga
dan dapat diperoleh dari masyarakat.
Menurut Kasmir (2001; 62-63) Sumber-sumber dana tersebut
adalah :
1. Dana yang bersumber dari bank itu
sendiri Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri.
Modal sendiri Maksudnya adalah modal
setoran dari para pemegang sahamnya. Apabila saham dalam portepel belum habis
terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka pencahariannya dapat
dilkukan dengan menjual saham kepada pemegang sahm lama. Akan tetapi jika tujuan
perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham
baru dan menjual saham baru tersebut di pasar modal. Di samping itu pihak
perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang belum digunakan.
Secara besar dapat disimpulkan pencarian dana sendiri
terdiri dari :
a. Setoran modal dari pemegang saham
b. Cadangan-cadangan bank, maksudnya
adalah cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para
pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba
tahun yang akan datang.
c. Laba bank yang belum dibagi,
merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu Keuntungan dari
sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif lebih besar
daripada jika meminjam ke lembaga lain.
2. Dana yang berasal dari masyarakat
luas
Sumber dana ini merupakan sumber
dana terpenting bagi kegiatan opersai bank dan merupakan ukuran keberhasilan
bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencaharian dana
dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan
pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asalkan bank dapat
memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Akan tetapi pencarian sumber
dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri.
Adapun sumber dana dari masyarakat
luas dapat dilakukan dalam bentuk simpanan giro,simpanan tabungan, dan simpanan
deposito.Dimana simpanan giro merupakan dana murah bagi bank karena bunga atau
balas jasa yang dibayar palingmurah jika dibandingkan simpanan tabungan dan
simpanan deposito.
3. Dana yang bersumber dari lembaga
lainnya
Sumber dana yang ketiga inin
merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana
pertama dan kedua di atas. Pencarian dari sumberd ana ini relaitif labih mahal
dan sifatnya hanya semntara waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari
sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi
tertentu.
Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh
dari :
a. Kredit likuiditas dari Bank
Indonesia, merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepada bank-bank yang
mengalami kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada
pembiayaan sector-sektor tertentu
b. Pinjaman antar bank (call money)
biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring
di dalam lembaga kliring.Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang
relatif tinggi.
c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri.
Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankkan dari pihak luar negeri
d. Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam
hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualkan kepada pihak
yang berminat,baik perusahaan keuangan maupun nonkeuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar